Kamis, 09 Maret 2017

OMBAK PASIR PANTAI

Masih di pantai berjubahkan senja itu,  ditopang tapak kaki
Yang menggagahi pasir gelap,  memandangi cahaya
Seakan ragu tergantikan oleh irama gelap turun menyelimuti rumah-rumah kayu
Perahu nelayan, pantai hingga laut

Karang-karang makin tiarap ditinggalkan senja. Buih-buih ombak bertumbukan salinh memusnahkan
Sisanya hanya pasir basah yang digiring paksa.  Dihempas sana sini hingga rata

Tak henti hasrat memacu ingin tahu tentang apa yang ingin KAU sampaikan krpadaku,  kepada kami melalui matahari dan cahayanya,  senja dan kuning merahnya,  angin beraroma garam,  hingga laut dan ombaknya. Desak batinku,  mencari. Makna kupahat.

Lihatlah ombak.  Hamparan gaun bergantian menutupi punggung laut membiru kala siang,  jingga kala petang, lalu menghitam sepanjang maghrib hingga fajar. Ia.  Ombak yang tak memiliki waktu jeda,  hanya kesetiaan, menyapu bibir pantai kala air laut sedang pasang
Deburannya merapikan pasir untuk tetap rata mulus dipandang.

Atau pasir-pasir pantai yang beku mengendap membekap Rindu,  pada ombak kala air laut sedang surut tak gusar pada masa,  pada waktu yang menempatkannya terpisah dengan berjengkal-jengkal jarak. Lalu bertemunya lagi,  pasir-pasir pantai menjadi basah,  suara ombak makin gagah
Seakan mereka mati terbunuh oleh jarak,  tetapi, akan hidup jika tanpa jarak.


Makassar,  9 Maret 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar